“ Di tangan Klopp pada
2008, Dortmund yang sebelumnya
diibaratkan sebagai raksasa yang sedang tertidur diubah menjadi raksasa
yang menakutkan”
Itu satu baris kalimat yang tertulis di sebuah pemberitaan Harian Kompas, edisi 8
Oktober 2015.
Sebelumnya, delapan tahun menukangi Mainz, Jurgen Norbert Klopp berhasil
membawa klub tersebut ke divisi tertinggi Liga Jerman. Atas prestasi
tersebut,Borussia Dortmund tertarik
membawa Klopp ke Signal Iduna
Park.
Bergabung dengan Dortmund di tahun 2008 tidak begitu saja
membawa angin perubahan. Butuh waktu tiga tahun bagi pria berkacamata tersebut
untuk benar-benar membangungkan amarah Dortmund di tanah Bavaria.
Sebelum Klopp melatih, Dortmud terakhir memenangkan titel Liga Jerman pada tahun
2002. Berkali-kali “Si Kuning Hitam” berganti-ganti pelatih. Dortmund juga sulit bersaing di Eropa. Hal tersebut kontras
dengan prestasi Dortmud di masa tahun 90-an. Di tahun 1997, trofi Liga
Champions berhasil diraih Dortmund.
Tiga tahun proses “inkubasi” yang dilakukan Klopp terhadap Dortmund
membuahkan hasil manis. Dortmund jadi jawara Liga Jerman dua tahun
berturut-turut, pada 2011 dan 2012. Klopp bersama pemain-pemain asuhan, yang
kebanyakan pemain-pemain muda, sebut saja seperti Marco Reus, Matt Hummels,
Ivan Perisic atau Mario Gotze yang pada waktu jadi pasukan penggedor klub-klub
pesaing Dortmund.
Kenangan manis Klopp yang membuahkan enam trofi bagi
Dortmund tak akan terlupakan. Akan tetapi, menurunnya prestasi Dortmund di
musim 2014-2015, sempat membuat suasana muram. Klopp pun memilih mengundurkan
diri dari Signal Iduna Park. Tidak langsung mengambil keputusan melatih, Klopp
justru lebih memilih melakukan istirahat sabatikal. Masa istirahat berjalan
sekitar empat bulan sejak pengunduran dirinya dari Signal Iduna Park.
Di tanah Inggris, terjadi sebuah peristiwa. Si “Merah” asal
Merseysisde, baru saja memberhentikan masa tugas Brendan Rodgers. Rodgers tidak
berhasil mempersembahkan satu trofi pun bagi Liverpool selama tiga tahun
kepempimpinannya. Di tanah Inggris, Liverpool merupakan satu dari lima raksasa.
Hanya saja Liverpool, adalah raksasa yang paling lama tertidur
dibandingkan empat raksasa lain yang tersebar
di London dan Manchaster.
Angin pemberitaan pun
mengehembuskan kabar bahwa pria kelahiran Stuttgart akan menukangi Liverpool.
Berita, tak sekadar jadi isu.
Fenway Sports Group segera ambil ancang-ancang. Klopp pun
kepincut ajakan Liverpool. Masa sabatikal usai. Klopp memilih turun gunung.
Di konferensi pers
yang dilakukan setelah pengenalan dirinya sebagai pelatih Liverpool, wartawan
menanyakan bagaimana Klopp mendeskripsikan dirinya. Dengan sederhana ia
mendeskripsikan, bahwa ia hanyalah orang biasa.
Ucapan merendah Klop dibungkus dengan kalimat yang jadi kata pembuka di Liverpool. “I am a Normal One”,seloroh Klopp, yang disambut tawa wartawan di ruang konferensi pers.
Seloroh Klopp memang bernada canda. Akan tetapi, Fenway
Sports Group dan penggemar Liverpool tidak membutuhkan hal yang “normal-normal”
saja. Liverpool butuh lecutan, agar sadar ketertinggalan prestasinya
dibandingkaan empat raksasa lainnya.
Apakah “The Normal One”
dapat kembali membangkitkan amarah raksasa dari Merseyside?
No comments:
Post a Comment