Friday, October 9, 2015

“The Normal One” Coba Bangunkan Raksasa Merseyside



“ Di tangan Klopp pada 2008, Dortmund yang sebelumnya  diibaratkan sebagai raksasa yang sedang tertidur diubah menjadi raksasa yang menakutkan”

Itu satu baris kalimat yang tertulis  di sebuah pemberitaan Harian Kompas, edisi 8 Oktober 2015.
Sebelumnya, delapan tahun menukangi Mainz, Jurgen Norbert Klopp berhasil membawa klub tersebut ke divisi tertinggi Liga Jerman. Atas prestasi tersebut,Borussia Dortmund tertarik  membawa Klopp  ke Signal Iduna Park.

Bergabung dengan Dortmund di tahun 2008 tidak begitu saja membawa angin perubahan. Butuh waktu tiga tahun bagi pria berkacamata tersebut untuk benar-benar membangungkan amarah Dortmund di tanah Bavaria.

Sebelum Klopp melatih, Dortmud terakhir  memenangkan titel Liga Jerman pada tahun 2002. Berkali-kali “Si Kuning Hitam” berganti-ganti pelatih.  Dortmund juga sulit bersaing di Eropa. Hal tersebut kontras dengan prestasi Dortmud di masa tahun 90-an. Di tahun 1997, trofi Liga Champions berhasil diraih Dortmund.

Tiga tahun proses “inkubasi”  yang dilakukan Klopp terhadap Dortmund membuahkan hasil manis. Dortmund jadi jawara Liga Jerman dua tahun berturut-turut, pada 2011 dan 2012. Klopp bersama pemain-pemain asuhan, yang kebanyakan pemain-pemain muda, sebut saja seperti Marco Reus, Matt Hummels, Ivan Perisic atau Mario Gotze yang pada waktu jadi pasukan penggedor klub-klub pesaing Dortmund.

Kenangan manis Klopp yang membuahkan enam trofi bagi Dortmund tak akan terlupakan. Akan tetapi, menurunnya prestasi Dortmund di musim 2014-2015, sempat membuat suasana muram. Klopp pun memilih mengundurkan diri dari Signal Iduna Park. Tidak langsung mengambil keputusan melatih, Klopp justru lebih memilih melakukan istirahat sabatikal. Masa istirahat berjalan sekitar empat bulan sejak pengunduran dirinya dari Signal Iduna Park.

Di tanah Inggris, terjadi sebuah peristiwa. Si “Merah” asal Merseysisde, baru saja memberhentikan masa tugas Brendan Rodgers. Rodgers tidak berhasil mempersembahkan satu trofi pun bagi Liverpool selama tiga tahun kepempimpinannya. Di tanah Inggris, Liverpool merupakan satu dari lima raksasa. Hanya saja Liverpool, adalah raksasa yang paling lama tertidur dibandingkan  empat raksasa lain yang tersebar di London dan Manchaster.

 Angin pemberitaan pun mengehembuskan kabar bahwa pria kelahiran Stuttgart akan menukangi Liverpool. Berita, tak sekadar jadi isu.

Fenway Sports Group segera ambil ancang-ancang. Klopp pun kepincut ajakan Liverpool. Masa sabatikal usai. Klopp memilih turun gunung.

Di  konferensi pers yang dilakukan setelah pengenalan dirinya sebagai pelatih Liverpool, wartawan menanyakan bagaimana Klopp mendeskripsikan dirinya. Dengan sederhana ia mendeskripsikan, bahwa ia hanyalah orang biasa.

Ucapan merendah Klop dibungkus dengan kalimat yang jadi kata pembuka    di Liverpool. “I am a Normal One”,seloroh Klopp, yang disambut  tawa wartawan di ruang konferensi pers.

Seloroh Klopp memang bernada canda. Akan tetapi, Fenway Sports Group dan penggemar Liverpool tidak membutuhkan hal yang “normal-normal” saja. Liverpool butuh lecutan, agar sadar ketertinggalan prestasinya dibandingkaan empat raksasa lainnya.

Apakah “The Normal One” dapat kembali membangkitkan amarah raksasa dari Merseyside?