Tuesday, March 17, 2015

Stagnasi Dua Klub Kota Mode

Stagnasi Dua Klub Kota Mode
                                                                       
Dua klub kota Milan kembali mengalami kemandekan pada Giornata ke-27. AC Milan harus  kalah  dari Fiorentina, serta Inter yang hanya dapat meraih satu poin saat berjumpa Cesena. Terasa berat bagi kedua klub untuk mencaapai zona Eropa pada akhir musim, walaupun materi pemain yang dimiliki cukup mumpuni.
Pemain kedua klub sebenarnya tergolong mumpuni untuk mengarungi musim 2014-2015. Mulai dari Il Diavolo Rosso,  yang memiliki pemain sekelas,  Keisuke Honda. Selain itu ada gelandang Timnas Belanda, Nigel De Jong yang pernah berprestasi bersama Manchaster City, juga Jeremy Menez yang diboyong dari PSG pada awal musim.
Si biru hitam, tak kalah kemilau materi pemainnya. Lihat saja bomber 15 Gol di 26 penampilannya. Xherdan Shaqiri, yang pernah bermain bersama Bayern Munchen dan bersinar di timas Swiss pada Piala Dunia Brasil juga dibawa ke klub ini. Tidak hanya baik di lini serang, materi pemain belakang juga cukup menonjol dengan nama besar mantan pemain Manchaster United, Nemanja Vidic.
Lantas, apa yang membuat kedua klub tampak “malu-malu” pada musim ini? Ada beberapa kemungkinan yang membuktikan kemandekan dua klub sekota ini. Salah satu penyebab bisa dimulai dari anggaran belanja pemain yang terbatas. 
AC Milan contohnya, mendapatkan pemain seperi Jeremy Menez dari Paris Saint-Germain dan kiper Diego Lopez dari Real Madrid secara cuma-cuma. Akan tetapi , menurut Sheridan Bird di situs Daily Mail, penmbatasan anggaran belanja  bukanlah karena AC Milan mengalami krisis finansial. Sheridan Bird mengutip perkataan Andrea Bricchi di Pianeta Milan (Planet Milan), bahwa Berlusconi, masih salah satu orang terkaya di Italia. “ Ia bisa saja menghabiskan 300 juta euro, akan tetapi penasihatnya melarangnya”, mengutip Bricchi. Para penasihat Berlusconi menganggap menghabiskan banyak dana demi kepentingan karir dan popularitas Berlusconi sendiri dalam bidang politik terkait isu pengetatan yang didengungkan Italia.
Anggaran belanja pemain yang terbatas juga dialami oleh Inter Milan. Mengutip Tribal Football, Roberto Mancini pun menyatakan bahwa hal tersebut bukanlah masalah. “ Aku tak tahu yang akan terjadi. Pertama aku harus mengerti skuat. Tidak mudah untuk mengontrak pemain pada bulan Januari denga segera”, kata Mancini menanggapi kedatangannya kembali ke Inter  pada Januari 2015.
Tidak hanya masalah anggaran belanja pemain, faktor pelatih juga merupakan  penentu. Mari kita lihat ketidakstabilan dua klub ini dalam melakukan penempatan pelatih. Dalam waktu sekitar hampir satu setengah tahun saja, AC Milan sudah memiliki tiga pelatih yang berbeda. Yaitu Tassoti yang menjadi pelatih sementara  setelah Massimilano Allegri dipecat pada akhir 2014. Setelah Tassoti, salah satu nama yang pernah berkontribusi bagi kehbatan AC Milan,  Clarence Seedorf pun dipercaya untuk memimpin AC Milan. Akan tetapi kinerja Seedord juga tidak dapat memuaskan para petinggi Milan, ia pun digantikan oleh teman seperjuangan Seedorf saat masih berseragam AC Milan, yakni Fillipo Inzaghi.
Inter masih bisa dianggap lebih stabil dibandingkan Milan dalam hal penggantian pelatih. Dalam waktu 2013-2015, Internazionale dikomandoi oleh 3 pelatih yang berbeda.  Akan tetapi, bila dirunut sejak sukses besar menyabet 3 trofi berbeda dalam satu musim pada 2010, saat masih dipimpin Jose Mourinho,  Inter sudah melakukan 7 pergantian pemain sampai tahun 2015 ini. Coba bayangkan bagaimana kedua klub kota yang berjarak 478 kilometer dari Ibukota Roma ini melakukan pergantian pelatih. Padahal dibutuhkan kestablian dalam sebuah tim, terutama pada penerapan strategi kepada pemain.
Melihat dengan kacamata yang lebih besar
Akan tetapi, kemunduran dua klub kota mode, juga menjadi sebuah representasi kemunduran sepakbola Italia khususnya. Dua klub dulu pernah menjadi tempat berlabuhnya bintang-bintang dunia. Lihat saja bagaimana beberap decade lalu, saat Lothar Matthaus, Ronaldo Da Lima,Marco Van Basten, Ruud Gullitt, atau Jurgen Klinsman di masing-masing klubya di kota Milan.
Sejak sukses besar Inter pada 2010 bersama Mourinho, dan terakhir kali Milan meraih Scudetto bersama Allegri pada 2011, kedua klub ini terus mengalami kemunduran. Kalau melihat peringkat kedua klub pada sekarang ini masih harus berkutat di papan tengah memang sebuah keadaan kontras dengan nama besar mereka. Memang hal tersebut tidak hanya terjadi di Italia, nasib yang sama juga dialami oleh Manchaster United di Liga Inggris musim 2013-2014. Bedanya Manchaster United sudah berhasil bangkit pada musim ini. Sedangkan dua klub bertetangga Milan masih saja terlihat bersusah payah mengarung Serie A, paling tidak 2 musim terakhir.
Kemunduran dua klub  baik di liga domestik maupun Eropa tampak seperti anggukan terhadap penilaian media bahwa  Serie A telah memasuki masa kesuraman. Akan tetapi, penting bagi dua klub perlu memperbaiki manjemen sampai ke strategi untuk menghentikan teriakan para tifosi: Dalle stelle alle stalle, atau dari bintang ke kandang.






No comments:

Post a Comment