Stagnasi
Dua Klub Kota Mode
Dua klub kota Milan kembali
mengalami kemandekan pada Giornata ke-27. AC Milan harus kalah dari Fiorentina, serta Inter yang hanya dapat
meraih satu poin saat berjumpa Cesena. Terasa berat bagi kedua klub untuk
mencaapai zona Eropa pada akhir musim, walaupun materi pemain yang dimiliki
cukup mumpuni.
Pemain kedua klub sebenarnya
tergolong mumpuni untuk mengarungi musim 2014-2015. Mulai dari Il Diavolo
Rosso, yang memiliki pemain sekelas, Keisuke Honda. Selain itu ada gelandang Timnas
Belanda, Nigel De Jong yang pernah berprestasi bersama Manchaster City, juga
Jeremy Menez yang diboyong dari PSG pada awal musim.
Si biru hitam, tak kalah kemilau
materi pemainnya. Lihat saja bomber 15 Gol di 26 penampilannya. Xherdan Shaqiri,
yang pernah bermain bersama Bayern Munchen dan bersinar di timas Swiss pada
Piala Dunia Brasil juga dibawa ke klub ini. Tidak hanya baik di lini serang,
materi pemain belakang juga cukup menonjol dengan nama besar mantan pemain
Manchaster United, Nemanja Vidic.
Lantas, apa yang membuat kedua
klub tampak “malu-malu” pada musim ini? Ada beberapa kemungkinan yang
membuktikan kemandekan dua klub sekota ini. Salah satu penyebab bisa dimulai
dari anggaran belanja pemain yang terbatas.
AC Milan contohnya, mendapatkan
pemain seperi Jeremy Menez dari Paris Saint-Germain dan kiper Diego Lopez dari Real Madrid secara cuma-cuma. Akan tetapi , menurut Sheridan Bird di situs Daily
Mail, penmbatasan anggaran belanja bukanlah
karena AC Milan mengalami krisis finansial. Sheridan Bird mengutip perkataan
Andrea Bricchi di Pianeta Milan (Planet Milan), bahwa Berlusconi, masih salah
satu orang terkaya di Italia. “ Ia bisa saja menghabiskan 300 juta euro, akan
tetapi penasihatnya melarangnya”, mengutip Bricchi. Para penasihat Berlusconi menganggap
menghabiskan banyak dana demi kepentingan karir dan popularitas Berlusconi
sendiri dalam bidang politik terkait isu pengetatan yang didengungkan Italia.
Anggaran belanja pemain yang
terbatas juga dialami oleh Inter Milan. Mengutip Tribal Football, Roberto
Mancini pun menyatakan bahwa hal tersebut bukanlah masalah. “ Aku tak tahu yang
akan terjadi. Pertama aku harus mengerti skuat. Tidak mudah untuk mengontrak
pemain pada bulan Januari denga segera”, kata Mancini menanggapi kedatangannya
kembali ke Inter pada Januari 2015.
Tidak hanya masalah anggaran
belanja pemain, faktor pelatih juga merupakan
penentu. Mari kita lihat ketidakstabilan dua klub ini dalam melakukan
penempatan pelatih. Dalam waktu sekitar hampir satu setengah tahun saja, AC Milan
sudah memiliki tiga pelatih yang berbeda. Yaitu Tassoti yang menjadi pelatih
sementara setelah Massimilano Allegri
dipecat pada akhir 2014. Setelah Tassoti, salah satu nama yang pernah
berkontribusi bagi kehbatan AC Milan,
Clarence Seedorf pun dipercaya untuk memimpin AC Milan. Akan tetapi
kinerja Seedord juga tidak dapat memuaskan para petinggi Milan, ia pun
digantikan oleh teman seperjuangan Seedorf saat masih berseragam AC Milan,
yakni Fillipo Inzaghi.
Inter masih bisa dianggap lebih
stabil dibandingkan Milan dalam hal penggantian pelatih. Dalam waktu 2013-2015,
Internazionale dikomandoi oleh 3 pelatih yang berbeda. Akan tetapi, bila dirunut sejak sukses besar menyabet
3 trofi berbeda dalam satu musim pada 2010, saat masih dipimpin Jose Mourinho, Inter sudah melakukan 7 pergantian pemain
sampai tahun 2015 ini. Coba bayangkan bagaimana kedua klub kota yang berjarak 478
kilometer dari Ibukota Roma ini melakukan pergantian pelatih. Padahal
dibutuhkan kestablian dalam sebuah tim, terutama pada penerapan strategi kepada
pemain.
Melihat dengan kacamata yang
lebih besar
Akan tetapi, kemunduran dua
klub kota mode, juga menjadi sebuah representasi kemunduran sepakbola Italia
khususnya. Dua klub dulu pernah menjadi tempat berlabuhnya bintang-bintang
dunia. Lihat saja bagaimana beberap decade lalu, saat Lothar Matthaus, Ronaldo
Da Lima,Marco Van Basten, Ruud Gullitt, atau Jurgen Klinsman di masing-masing
klubya di kota Milan.
Sejak sukses besar Inter pada
2010 bersama Mourinho, dan terakhir kali Milan meraih Scudetto bersama Allegri
pada 2011, kedua klub ini terus mengalami kemunduran. Kalau melihat peringkat
kedua klub pada sekarang ini masih harus berkutat di papan tengah memang sebuah
keadaan kontras dengan nama besar mereka. Memang hal tersebut tidak hanya
terjadi di Italia, nasib yang sama juga dialami oleh Manchaster United di Liga
Inggris musim 2013-2014. Bedanya Manchaster United sudah berhasil bangkit pada
musim ini. Sedangkan dua klub bertetangga Milan masih saja terlihat bersusah
payah mengarung Serie A, paling tidak 2 musim terakhir.
Kemunduran dua klub baik di liga domestik maupun Eropa tampak
seperti anggukan terhadap penilaian media bahwa
Serie A telah memasuki masa kesuraman. Akan tetapi, penting bagi dua klub perlu
memperbaiki manjemen sampai ke strategi untuk menghentikan teriakan para
tifosi: Dalle stelle
alle stalle, atau dari bintang ke kandang.
No comments:
Post a Comment