Tidak salah keadaan di Ukraina dinilai sebagai babak
baru perseteruan baru antara Timur dan Barat. Semenanjung Crimea yang berada di Selatan Ukraina yang
mayoritas penduduknya berbahasa Rusia menjadi titik perpecahan antara Timur dan
Barat. Rusia merasa memiliki kepentingan
untuk melindungi warga semenanjung Crimea yang berbahasa Rusia. Akan tetapi di
sisi lain Kiev yang telah diduki pihak pro-UE tidak menginginkan adanya campur
tangan Rusia, hal senada juga dilontarkan oleh pihak Uni Eropa bersama dengan
Amerika Serikat.
Rusia Masih Menginginkan Rekan
Pertikaian di Ukraina sekarang ini tidak seperti
menjadi pengingat kembali memori
masyarakat internasional akan perang dingin antara Blok Timur dan Blok
Barat. Rusia kerap memiliki sikap yang berseberangan dengan Amerika Serikat dan
sekutunya di Eropa mengenai beberapa permasalahan, termasuk permasalahan di Timur Tengah. Rusia tampak ingin menunjukkan bahwa diri
mereka masih ada dan tidak terhapus dari ingatan akan negara kuat dan berpengaruh.
Seperti yang diketahui bahwa Ukraina merupakan salah satu negara pecahan Uni
Soviet dan memiliki hubungan yang baik dengan Rusia semasa Yanukovych berkuasa.
Ukraina mengimpor gas dari Rusia, sebaliknya Rusia menjadi pengimpor barang-barang
berat seperti baja. Mantan Presiden Yanukovych menganggap penting hubungan
kedua Negara tersebut mengingat Ukraina
membutuhkan gas yang dipasok oleh Rusia. Rusia tidak rela apabila
sekutunya bergabung dengan UE dan
Amerika Serikat. Rusia pun tidak
segan-segan menjanjikan bantuan sebesar
15 miliar dolar kepada Ukraina. Langkah tersebut menunjukkan upaya Rusia menarik kembali perhatian Ukriana sebagai
“tetangga yang pernah serumah”.
Crimea Sebagai Panggung
Semenanjung Crimea menjadi arena unjuk gigi bagi
Rusia untuk menarik simpati penduduk Ukraina yang berbahasa Russia di daerah tersebut.
Sekelompok anggota bersenjata tidak beridentitas mulai menduduki wilayah
tersebut. Banyak yang menganggap bahwa pasukan tidak beridentitas tersebut
diorganisir oleh Rusia. Rusia merasa berhak untuk melindungi etnis Rusia yang
menjadi mayoritas di Crimea. Tampak Moskwa memiliki alasan untuk dapat memasuki
wilayah Ukraina tersebut. Beberapa kalo terjadi bentrokan antara kelompok
pendukung Ukraina dan Rusia.
Di sisi lain, negara-negara Uni Eropa masih harus
menjaga hubungan baik dengan Rusia sementara mereka juga mengencam Rusia membawa pasukan ke Crimea. Negara-negara UE
juga membutuhkan pasokan gas dari Rusia. Menurut laporan AFP, 66% gas Rusia
diimpor oleh Negara-negara Uni Eropa melalui Ukraina, dengan Jerman sebagai
pengimpor terbesar. Pipa-pipa gas menjalar dari Rusia melalui Ukraina dan
disebarkan ke Negara-negara Eropa lainnya. Kenyataan tersebut mebuat Rusia
untuk sementara dapat “sedikit beraksi”.
Uni Eropa mendukung Ukriana untuk ikut
bergabung. Akan tetapi Mantan Presiden
Yanukovych pada November 2013 tidak menandatangani persetujuan hubungan lebih mendalam antara UE dan Ukraina
mengingat Yanukovych merasa Ukraina
masih tergantung dengan Rusia dalam masalah energi. Hal ini yang membuat warga
Ukraina pro-UE menjadi marah dan melakukan demonstrasi di Kiev.
Dunia perlu memperhatikan sikap Rusia dan juga mendengar Crimea mengenai keberadaan otonomi
mereka. Ukraina sendiri harus memperhatikan Crimea dan pendapat mereka apakah
langkah terbaik yang akan diambil. Apakah warga Crimea yang mayoritas berbahasa
Rusia akan menjadi warga kelas terpinggirkan, mengeingat hal tersebut diwaspadai oleh kelompok ini.Walaupun
Moskwa merasa berhak untuk melaukan pengamanan warga berbahasa Rusia, akan
tetapi Rusia perlu juga menahan diri agar tidak membuat permasalahan menjadi
lebih ruwet yang nantinya akan menyusahkan kawasan Eropa Timur tersebut.
No comments:
Post a Comment